Beranda | Artikel
Lailatul Qadr, Malam Seribu Bulan
Kamis, 14 Mei 2020

LAILATUL QADR, MALAM SERIBU BULAN

Oleh
Dr. Nashir bin ‘Abdirrahman bin Muhammad al-Juda’i

SEBAB PENAMAAN MALAM MULIA INI DENGAN NAMA LAILATUL QADR
Para ulama رحمهم الله berselisih pendapat mengenai persoalan ini, sebagai berikut:

Pertama. Sesungguhnya pada malam lailatul Qadar ini, Allah menetapkan (at-taqdiir) semua rizki, ajal kematian dan semua peristiwa untuk setahun kedepan, dan para Malaikat mencatat semua hal itu.

Kedua. Pendapat kedua menyatakan bahwa kemulian (al-Qadr), kehormatan dan suasana malam ini disebabkan oleh diturunkannya (permulaan) al-Qur-an, atau pada malam ini para Malaikat turun atau turunnya keberkahan, rahmat dan maghfirah pada malam kemuliaan ini.

Ketiga. Pendapat berikutnya, bahwa orang yang menghidupkan malam ini akan mendapatkan al-Qadr (kemuliaan) yang besar, yang belum pernah dia miliki sebelumnya. Malam ini akan menambah kemuliaannya di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Dan masih terdapat pendapat lainnya.[1]

KEBERKAHAN LAILATUL QADAR DAN KEUTAMAANNYA
Lailatul Qadar ini merupakan malam yang paling utama. Malam ini dimuliakan oleh Allah daripada malam-malam lainnya. Maka, ia merupakan malam yang penuh keberkahan sebagaimana yang difirmankan Allah Jalla wa ‘Alaa:

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُبَارَكَةٍ

Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi.” [ad-Dukhaan/44: 3]

Imam al-Qurthubi rahimahullah mengatakan, “Allah mensifati malam ini dengan keberkahan, karena Dia menurunkan kepada hamba-hamba-Nya berbagai berkah, kebaikan dan pahala pada malam yang mulia ini.”[2]

Maka, lailatul Qadr yang penuh barakah ini mengandung berbagai keutamaan yang agung dan kebaikan-kebaikan yang banyak. Di antaranya sebagai berikut:

Pertama. Pada Malam Mulia Ini Dijelaskan Semua Perkara Yang Penuh Hikmah.
Sesungguhnya Allah Ta’ala telah mengabarkan persoalan ini lewat firman-Nya:

فِيهَا يُفْرَقُ كُلُّ أَمْرٍ حَكِيمٍ

Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah.” [ad-Dukhaan/44: 4]

Makna kata يُفْرَقُ  “yufraqu” adalah yufashshal (dijelaskan, dirinci). Dan makna kata hakiim adalah al-muhkam (yang tepat, teliti dan sempurna).

Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu anhuma menyatakan bahwa dicatat dari Ummul Kitab pada Lailatul Qadr segala hal yang terjadi pada setahun kedepan berupa kebaikan, keburukan, rizki, ajal hingga keberangkatan menuju ibadah Haji.[3]

Kedua. Amal-Amal Yang Dikerjakan Pada Malam Mulia Ini Akan Dilipatgandakan Dan Pengampunan Dosa-Dosa Orang Yang Menghidupkan lailatul Qadr ini.
Allah Tabaaraka wa Ta’aalaa berfirman dalam surat al-Qadr:

وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْر ِلَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ

Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seri-bu bulan.” [al-Qadr/97: 2-3]

Para mufassir (ahli Tafsir) menyatakan, “Maknanya adalah amal shalih (yang dilakukan pada) lailatul Qadr lebih baik dari amal shalih selama seribu bulan (yang dilakukan) di luar lailatul Qadr. Dan ini merupakan karunia yang agung, rahmat dari Allah pada hamba-hamba-Nya, serta barakah yang besar lagi nyata yang dimiliki oleh malam yang mulia ini.”

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dalam hadits yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu :

مَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ.

Barangsiapa yang mendirikan lailatul Qadr karena iman dan mengharapkan pahala (dari Allah), niscaya diampuni dosa-dosanya yang lalu[4]

Kata قَامَ  “mendirikan” pada hadits di atas dapat diwujudkan dalam bentuk shalat, berdzikir, berdo’a, membaca al-Qur-an dan berbagai bentuk kebaikan lainnya.

Ketiga. Turunnya al-Qur-an Pada Lailatul Qadr.
Di antara keutamaan dan keberkahan lailatul Qadr, bahwa al-Qur-an al-Karim -yang di dalamnya terdapat petunjuk bagi manusia dan bagi kebahagiaan mereka di dunia dan akhirat- telah diturunkan pada malam ini.

Allah Tabaaraka wa Ta’ala berfirman:

حم وَالْكِتَابِ الْمُبِينِ إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُبَارَكَةٍ

Haa Miim. Demi Kitab (al-Qur-an) yang menjelaskan. Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi...” [ad-Dukhaan/44: 1-3]

Dan Dia berfirman:

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ

Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (al-Qur-an) pada malam kemuliaan.” [al-Qadr/97: 1]

Disebutkan bahwa maksud dari ayat tersebut adalah turunnya al-Qur-an secara sekaligus (dari Lauh Mahfuzh ke langit pertama (Baitul ‘Izzah-pent) pada lailatul Qadr, selanjutnya diturunkan secara bertahap kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sedangkan pendapat lain mengatakan, bahwa maksud ayat di atas adalah permulaan turunnya al-Qur-an terjadi pada lailatul Qadr.[5] Wallaahu a’lam.

Keempat. Keberkahan Lain Dari Lailatul Qadr Ini, Yaitu Turunnya Para Malaikat Pada Malam Yang Mulia Ini.
Allah Ta’ala berfirman dalam surat al-Qadr:

تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ

Pada malam itu turun Malaikat-Malaikat dan Malaikat Jibril dengan izin Rabb-nya untuk mengatur segala urusan.” [al-Qadr/97: 4]

Mengomentari ayat ini, Ibnu Katsir rahimahullah dalam kitab tafsirnya menyatakan, “Banyak Malaikat yang turun pada malam ini, karena banyaknya barakah Lailatul Qadr ini. Para Malaikat turun bersamaan dengan turunnya barakah dan rahmat, sebagaimana halnya ketika mereka hadir di waktu-waktu seperti ketika al-Qur-an dibacakan, mereka mengelilingi majelis-majelis dzikir, dan bahkan pada waktu yang lain mereka meletakkan sayap-sayap mereka kepada penuntut ilmu sebagai sikap penghormatan mereka terhadap sang penuntut ilmu tersebut.[6] Menurut jumhur ahli tafsir maksud kata وَالرُّوحُwar-ruuh” adalah Jibril Alaihissallam. Artinya para Malaikat turun bersama Jibril. Dan Jibril dikhususkan penyebutannya sebagai penghormatan dan pemuliaan terhadap dirinya.[7]

Kelima. Lailatul Qadr Adalah Suatu Malam Yang Penuh Kesejahteraan. Seluruhnya berisi kebaikan, tidak ada keburukan di dalamnya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

سَلَامٌ هِيَ حَتَّىٰ مَطْلَعِ الْفَجْرِ

Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar.” [Al-Qadr/97: 5]

Disebutkan berkenaan dengan makna سَلَامٌ  “salaamun” yaitu, bahwa pada malam ini tidak terjadi munculnya sebuah penyakit, dan tidak ada satu syaitan pun yang dilepas. Pendapat yang lain menyatakan makna salaamun adalah kebaikan dan keberkahan.[8] Maka pada sepanjang malam ini yang terdapat hanya kebaikan, tidak ada kejelekan, hingga terbit fajar. Dan pendapat yang lain lagi menyebutkan, bahwa maksudnya adalah para Malaikat mendo’akan keselamatan buat mereka yang menghidupkan masjid (ahlul masjid) pada sepanjang lailatul Qadr ini.

Wallaahu A’lam.

Inilah beberapa keberkahan dan keutamaan yang sangat nyata dan fenomenal dari malam yang mulia ini.

KAPAN TERJADINYA LAILATUL QADR?
Jumhur ulama bersepakat bahwa lailatul Qadr ini hanya ada pada bulan Ramadhan.

Berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ

Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) al-Qur-an…” [al-Baqarah/2: 185]

Dan firman-Nya:

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ

Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (al-Qur-an) pada malam kemuliaan.” [al-Qadr/97: 1]

Namun mereka berbeda pendapat dalam penentuan malam keberapakah dari bulan Ramadhan ini. Pendapat yang kuat (ar-raajih) adalah yang dipegang oleh Jumhur (mayoritas) ulama, yaitu pada sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan, dan lebih khusus lagi pada malam-malam yang ganjil.

Dan dalil atas pendapat tersebut adalah bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kepada para Sahabatnya Radhiyallahu anhum untuk lebih giat beramal pada masa tersebut.

Telah diriwayatkan oleh al-Bukhari rahimahullah dalam Shahihnya, dari ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِي الْوِتْرِ مِنَ الْعَشْرِ اْلأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ.

Carilah lailatul Qadr pada (bilangan) ganjil dari sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan.”[9]

Begitu perhatiannya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan, beliau beri’tikaf, dan menghidupkan malam-malamnya dengan ibadah.

Dan mengenai ketentuan waktu jatuhnya lailatul Qadr ini terdapat banyak pendapat di kalangan ulama. Namun mengenai indikasi-indikasi terkuat mengenai saat terjadinya lailatul Qadr ini bahwa matahari terbit pada pagi harinya dengan cerah.

Hikmah dari disembunyikannya lailatul Qadr ini dari pengetahuan manusia, –wallaahu a’lam– menunjukkan keagungan seluruh malam di bulan Ramadhan, dan agar manusia bersungguh-sungguh dalam berharap untuk mendapatkannya sehingga ganjaran yang diperolehnya semakin besar pula.

Ibnul Jauzi rahimahullah berkata, “Adapun hikmah dirahasiakannya lailatul Qadr ini, agar kesungguhan para hamba dalam upaya meraih keutamaannya benar-benar terwujud secara optimal, sebagaimana (hikmah) disembunyikannya waktu-waktu yang dikabulkan pada hari Jum‘at…[10] dan seterusnya.

Maka, sudah menjadi keharusan bagi kaum muslimin untuk mencari waktu (pada sepuluh malam terakhir-pen) sehingga benar-benar tepat pada lailatul Qadar, kemudian memuliakannya dan menghidupkannya dengan ibadah dan merendahkan diri kepada Allah dengan do’a, dzikir dan istighfar serta memperbanyak ibadah-ibadah Sunnah kepada Allah sehingga mereka mendapatkan ridha dari Allah Yang Mahatinggi dan Maha Pemurah serta memberikan ganjaran dan pahala yang sangat banyak.

[Disalin dari buku At Tabaruk Anwaa’uhu wa Ahkaamuhu, Judul dalam Bahasa Indonesia Amalan Dan Waktu Yang Diberkahi, Penulis Dr. Nashir bin ‘Abdirrahman bin Muhammad al-Juda’i, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir]
_______
Footnote
[1] Lailatul Qadr, karya Ahmad al-‘Iraqi (hal 22-23) dan Nailul Authaar (IV/362).
[2] Tafsiir al-Qurthubi (XVI/126).
[3] Tafsiir al-Baghawi (III/148).
[4] Shahih al-Bukhari (II/228) kitab ash-Shiyaam dan Shahih Muslim (I/524) kitab ash-Shaalah al-Musaafiriin
[5] Dikutip dari kitab Lailatul Qadr, karya al-‘Iraqi (hal. 20-21).
[6] Tafsiir Ibni Katsiir (III/532).
[7] Fat-hul Qadiir, karya Imam asy-Syaukani (V/472).
[8] Zaadul Masiir, karya Ibnul Jauzi (IX/532).
[9] Shahih al-Bukhari (II/254) kitab ash-Shaum
[10] Zaadul Masiir, karya Ibnul Jauzi (IX/189).


Artikel asli: https://almanhaj.or.id/16246-lailatul-qadr-malam-seribu-bulan.html